Beranda | Artikel
Mengagungkan Sunnah
Rabu, 27 April 2011

MENGAGUNGKAN SUNNAH

Oleh
Abdul Qoyyum bin Muhammad bin Nashir As-Suhaibani

Allah Ta’alah berfirman:

وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلاَ مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى اللهُ وَرَسُولَهُ أَمْرًا أَن يَكُونَ لَهُمُ الْخِيَرَةَ

Dan tidaklah pantas bagi seorang mukmin dan mukminah untuk memiliki pilihan apabilah Allah dan Rosul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan.. [Al-Ahzab/33:36]

مَنْ يُطِعِ الرَّسُوْلَ فَقَدْ أَطَاعَ اللهَ

Barang siapa mentaati Rasul, maka sungguh ia telah mentaati Allah…[An-Nisa/4:80]

لَّقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِّمَن كَانَ يَرْجُوا اللهَ وَالْيَوْمَ اْلأَخِرَ وَذَكَرَ اللهَ كَثِيرًا

Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap Allah dan hari kiamat, dan dia banyak menyebut Allah. [Al-Ahzab/33:21]

وَإِن تُطِيعُوهُ تَهْتَدُوا وَمَا عَلَى الرَّسُولِ إِلاَّ الْبَلاَغُ الْمُبِينُ

Dan jika taat kepadanya (Rasulullah), niscaya kamu mendapat petunjuk, dan tidak lain kewajiban Rasul itu kecuali menyampaikan (amanat Allah) dengan terang. [An-Nur/24: 54]

فَلْيَحْذَرِ الَّذِينَ يُخَالِفُونَ عَنْ أَمْرِهِ أَن تُصِيبَهُمْ فِتْنَةٌ أَوْ يُصِيبَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ

Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintahnya (Rasulullah), takut akan di timpa fitnah (cobaan) atau di timpa adzab yang pedih. [An-Nur/24:63]

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا لاَ تَرْفَعُوا أَصْوَاتَكُمْ فَوْقَ صَوْتِ النَّبِيِّ وَلاَ تَجْهَرُوا لَهُ بِالْقَوْلِ كَجَهْرِ بَعْضِكُمْ لِبَعْضٍ أَن تَحْبَطَ أَعْمَالَكُمْ وَأَنتُمْ لاَ تَشْعُرُونَ

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu meninggikan suaramu lebih dari suara Nabi, dan janganlah kamu berkata kepadanya dengan suara keras, sebagaimana kerasnya (suara) sebagian kamu terhadap sebagian yang lain, supaya tidak gugur pahala amalanmu sedangkan kamu tidak menyadari. [Al-Hujurat/49:2]

Ibnul Qoyyim berkata dalam mengomentari ayat ini : “Maka Allah memperingatkan kaum mukminin dari gugurnya amalan-amalan mereka, disebabkan mengeraskan suara kepada Rasulallah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagaimana sebagian mereka mengeraskan suara atas sebagian lainnya. Hal ini bukanlah menunjukan kemurtadan, akan tetapi (hanya) merupakan kemaksitan yang dapat menggugurkan amal, sedangkan pelakunya tidak merasakannya.[1]

Maka bagaimana terhadap orang yang mendahulukan perkataan, petunjuk dan jalan selain Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam di atas perkataan, petunjuk dan jalan beliau?! Bukankah hal ini telah menggugurkan amalannya sedang ia tidak merasakannya ?!![2]

Dari ‘Irbadh bin Sariyah Radhiyallahu ‘anhu ia berkata :

وَعَظَنَا رَسُوْلُ اللهِ صَلَّي اللهُ عَلَيْهْ وَ سَلَّمَ مَوْعِظَةً بَلِيغَةً ذَرَفَتْ مِنْهَا الْعُيُونُ وَوَجِلَتْ مِنْهَا الْقُلُوبُ فَقَالَ قَائِلٌ يَا رَسُولَ اللَّهِ كَأَنَّ هَذِهِ مَوْعِظَةُ مُوَدِّعٍ فَمَاذَا تَعْهَدُ إِلَيْنَا فَقَالَ أُوصِيكُمْ بِتَقْوَى اللَّهِ وَالسَّمْعِ وَالطَّاعَةِ وَإِنْ عَبْدًا حَبَشِيًّا فَإِنَّهُ مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ بَعْدِي فَسَيَرَى اخْتِلَافًا كَثِيرًا فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الْمَهْدِيِّينَ الرَّاشِدِينَ تَمَسَّكُوا بِهَا وَعَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الْأُمُورِ فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memberi nasehat kepada kami dengan suatu nasehat yang menggetarkan hati-hati dan mencucurkan air mata. Maka kami berkata : “Wahai Rasulullah, seakan-akan ini adalah nasehat orang yang akan berpisah, oleh karena itu berilah wasiat kepada kami”. Beliau berkata: “Aku nasehatkan kepada kalian untuk bertaqwa kepada Allah Azza wa Jalla serta taat walaupun yang memerintah kalian adalah seorang budak. Sesungguhnya barang siapa yang hidup di antara kalian, maka dia akan melihat perselisihan yang banyak. Oleh karena itu wajib atas kalian untuk berpegang dengan sunnahku dan sunnah Khulafaur-Rasyidin yang mendapat petunjuk setelahku, gigitlah oleh kalian dengan gigi geraham. Dan berhati-hatilah kalian dari perkara-perkara yang baru, karena sesungguhnya setiap kebid’ahan adalah sesat.[3]

Abu Bakar As-Shidiq Radhiyallahu ‘anhu berkata: “Tidaklah aku meniggalkan sedikitpun perbuatan yang dilakukan oleh Rasulullah, melainkan aku amalkan. Dan sesungguhnya aku takut jika aku meninggalkan sedikit saja dari perintahnya, aku akan tersesat.”

Ibnu Bathah mengomentari hal ini dengan perkataanya: “Wahai saudaraku, inilah As-Shidiq Akbar, beliau merasa takut terhadap dirinya dari penyimpangan jika beliau menyelisihi sedikit saja dari perintah beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka bagaimana pula terhadap suatu zaman yang masyarakatnya telah menjadi orang-orang yang merperolok-olok nabi dan perintahnya, bangga dengan sesuatu yang menyelisihinya serta bangga dengan melecehkan sunnahnya. Kita memohon kepada Allah agar terjaga dari ketergelinciran dan (memohon) keselamatan dari amalan-amalan yang jelek”[4]

Umar Bin Abdul Aziz berkata : “Tidak ada pendapat siapapun di atas sunnah yang dijalani oleh Rasulullah”[5]

Dari Abi Qilabah ia berkata : “Jika kamu mengajak berbicara seseorang dengan sunnah, kemudian orang tersebut berkata : “Tinggalkan ini dan berikan kepadaku kitab Allah (saja)! “ maka ketahuilah bahwa ia adalah orang yang sesat.”[6]

Adz-Dzahabi mengomentari hal ini dengan ucapannya: ”Apabila kamu melihat seorang ahlu kalam dan bid’ah berkata: “Jauhkanlah kami dari al-Kitab dan hadist-hadist ahad, dan berikanlah kepada kami akal saja, maka ketahuilah bahwa dia adalah Abu Jahal. Dan apabila kamu melihat penganut aliran tauhidy (sufi) berkata : “Tinggalkan kami dari nash-nash dan akal, dan berikanlah kepadaku perasaan dan naluri saja, maka ketahilah sesungguhnya Iblis telah menampakan dirinya dalam bentuk manusia atau telah menyatu padanya, jika engkau takut kepadanya, larilah! Kalau tidak, bantinglah dia dan dudukilah dadanya kemudian bacakan padanya ayat kursi dan cekiklah dia.”[7]

As-Syafi’i berkata : “Abu Hanifah Bin Samak Bin Fadl As-Syihaby telah mengkhabarkan kepadaku, dia berkata : Ibnu Abi Dzi’bi telah berkata kepadaku, dari Al-Muqri, dari Abi Syuraih Al-Ka’by, bahwasannya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda pada hari fathu (Makkah): “Barang siapa yang keluarganya di bunuh, maka ada dua pilihan baginya, jika dia mau dia boleh mengambil diat, dan jika dia mau maka baginya qishas”.

Abu Hanifah berkata: “Aku berkata kepada Abi Dzi’bi apakah kamu akan mengambil (hadits) ini wahai Abu Haris?” Maka dia memukul dadaku dan berteriak keras serta mencelaku, lalu berkata: “Aku menceritakan kedamu dari Rasululah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu kamu berkata: “Apakah kamu akan mengambilnya?!!. Ya, aku akan mengambilnya dan yang demikian itu adalah wajib bagiku dan orang bagi yang mendengarnya.

Sesungguhnya Allah telah memilih Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam dari kalangan manusia, dan Allah memberi petunjuk kepada mereka melalui beliau dan lewat usaha beliau, dan Allah memilih bagi mereka apa yang Allah pilih bagi rosulNya, melalui lisan beliau. maka wajib bagi ummatnya untuk mengikutinya dalam keadaan taat dan tunduk, seorang muslim tidak dapat keluar dari hal itu.

Dia (Abu Hanifah ) juga mengatakan :“Dan dia terus marah tidak berhenti sampai aku berangan-angan andaikata ia mau berhenti.”[8]

Asy-Syafi’i rahimahullah berkata : “Kaum muslimin telah sepakat, bahwa barang siapa yang telah jelas baginya sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam maka tidak halal baginya untuk meninggalkannya karena perkataan seseorang”[9]

Al-Humaidi berkata : “Suatu hari Imam Syafi’i meriwayatkan suatu hadits, maka aku berkata: apakah kamu akan mengambil hadis itu? maka beliau menjawab: “Apakah kamu melihat aku keluar dari gereja atau (kamu melihat) zannar (ikat pinggang orang nashara) padaku, sehingga apabila aku mendengar suatu hadits dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam aku tidak berkata dengannya (yakni tidak menerimanya).“[10]

Imam Syafi’i pernah ditanya tentang suatu permasalahan, maka beliau menjawab: “Tentang hal tersebut telah di riwayatkan demikian dan demikian dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam,” Lalu si penanya berkata: “Wahai Abu Abdillah, apakah kamu berpendapat dengannya (hadis itu)”, maka imam Syafi’i gemetar dan nampak urat lehernya dan berkata: “Wahai kamu, bumi manakah yang akan kupijak, dan langit manakah yang akan menaungi aku, apabila aku meriwayatkan suatu hadits dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian aku tidak berkata dengannya ?! Ya, wajib bagiku menerimanya dengan mutlak.”[11]

Ahmad bin Hambal berkata : “Barang siapa menolak suatu hadis dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam maka ia berada di pinggir jurang kehancuran”[12]

Al-Barbahary berkata : “Apabila kamu mendengar seseorang mencerca atsar atau menolaknya atau menginginkan selainnya, maka ragukanlah keislamannya, dan janganlah kamu ragu bahwa ia adalah seorang pengekor hawa nafsu, dan mubtadi’ (ahli bid’ah)”[13]

Abu Al-Qosim Al-Asbahany berkata : Ahlu-Sunnah dari kalangan Salaf mengatakan: ”Apabila seseorang telah mencerca atsar, maka sudah pantas baginya untuk diragukan keislamannya”[14]

Disegerakannya Adzab Bagi Orang yang Tidak Memuliakan Sunnah
Dari Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhuma dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam ia bersabda :

لاَ تَطْرُقُوا النِّسَاءَ لَيْلاً قَالَ وَأَقْبَلَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَافِلاً فَانْسَاقَ رَجُلاَنِ إِلَى أَهْلَيْهِمَا فَكِلاَهُمَا وَجَدَ مَعَ امْرَأَتِهِ رَجُلاً

Janganlah kalian mendatangi para wanita (istri-istri) pada malam hari (misalnya ketika pulang dari safar-red). Ibnu Abbas berkata: “Pada suatu saat Rasulullah pulang dari bepergian, kemudian ada dua orang berjalan sembunyi-sembunyi pulang kepada istrinya masing-masing, maka kedua orang tersebut mendapatkan seorang pria sedang bersama istrinya[15]

Dari Salamah bin Al-Akwa’ Radhiyallahu ‘anhu:

أَنَّ رَجُلاً أَكَلَ عِنْدَ رَسُوْلِ اللهِ بِشِمَالِهِ فَقَالَ كُلْ بِيَمِيْنِكَ قَالَ : لاَ أَسْتَطِيْعُ قَالَ : “لاَ اسْتَطعْتَ” مَا مَنَعَهُ إِلاَّ الْكِبَرُ. قَالَ فَمَا رَفَعَهَا إِلَى فِيْهِ

Bahwasanya ada seseorang pernah makan di sisi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan tangan kirinya, maka beliau bersabda: “Makanlah dengan tangan kananmu!” Orang itu berkata: “Saya tidak bisa” maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata : “Kamu tidak akan bisa. Tidaklah ada yang menghalangi orang itu melainkan kesombongan. Berkata Salamah: ”Orang tersebut akhirnya tidak bisa mengangkat tangan (kanan) ke mulutnya.”[16]

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam ia bersabda :

بَيْنَمَا رَجُلٌ يَتَبَخْتَرُ فِي بُرْدَيْنِ خَسَفَ اللَّهُ بِهِ الأَرْضَ فَهُوَ يَتَجَلْجَلُ فِيهَا إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ فَقَالَ لَهُ فَتًى قَدْ سَمَّاهُ وَهُوَ فِي حُلَّةٍ لَهُ يَا أَبَا هُرَيْرَةَ أَ هَكَذَا كَانَ يَمْشِي ذَلِكَ الْفَتَى الَّذِي خُسِفَ بِهِ ثُمَّ ضَرَبَ بِيَدِهِ فَعَثَرَ عَثْرَةً كَادَ يَتَكَسَّرُ مِنْهَا فَقَالَ أَبُو هُرَيْرَةَ لِلْمَنْخَرَيْنِ وَلِلْفَمِ  إِنَّا كَفَيْنَاكَ الْمُسْتَهْزِئِينَ

Tatkala seseorang berjalan dengan sombong dengan mengenakan dua burdahnya (jenis pakaian), maka Allah menenggelamkannya ke dalam bumi, dia dalam keadaan berbolak balik di dalamnya sampai hari kiamat”. Maka berkatalah seorang pemuda kepada Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu –seorang perawi telah menyebutkan namanya– sedangkan pemuda tersebut mengenakan pakaiannya: “Wahai Abu Hurairah apakah seperti ini jalannya orang yang ditenggelamkan ke bumi itu”?. Kamudian ia melenggang dengan tangannya, lalu ia tergelincir, yang hampir-hampir mematahkan tulangnya. Kemudian Abu Hurairah berkata: “Untuk hidung dan mulut (kata cercaan)”. “Sesungguhnya kami memelihara kamu dari (kejahatan) orang-orang yang mengolok-olok (Al-Hijr/15: 95)[17]

Dari Abdurahman bin Harmala dia berkata :

جَاءَ رَجُلٌ إِلَى سَعِيدِ بْنِ الْمُسَيِّبِ يُوَدِّعُهُ بِحَجٍّ أَوْ عُمْرَةٍ فَقَالَ لَهُ لاَ تَبْرَحْ حَتَّى تُصَلِّيَ فَإِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لاَ يَخْرُجُ بَعْدَ النِّدَاءِ مِنَ الْمَسْجِدِ إِلاَّ مُنَافِقٌ إِلاَّ رَجُلٌ أَخْرَجَتْهُ حَاجَتُهُ وَهُوَ يُرِيدُ الرَّجْعَةَ إِلَى الْمَسْجِدِ فَقَالَ إِنَّ أَصْحَابِي بِالْحَرَّةِ قَالَ فَخَرَجَ قَالَ فَلَمْ يَزَلْ سَعِيدٌ يَوْلَعُ بِذِكْرِهِ حَتَّى أُخْبِرَ أَنَّهُ وَقَعَ مِنْ رَاحِلَتِهِ فَانْكَسَرَتْ فَخِذُهُ

Seorang lelaki datang kepada Sa’id bin Al-Musayyib untuk pamitan berhaji atau umroh. lalu Sa’id bin Al-Musayyib berkata kepada orang tersebut: “Janganlah engkau berangkat sebelum engkau melakukan sholat, karena sesungguhnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda: “Tidaklah keluar dari masjid setelah adzan melainkan seorang munafik, kecuali seorang harus keluar karena keperluannya, sedangkan dia bertujuan kembali lagi ke masjid”. Lelaki itupun berkata: “Sesungguhnya teman-temanku telah berada di Al-Harroh. Abduruhman berkata: “Maka orang itu akhirnya keluar, belum selesai Sa’id menyayangkan kepergian orang tersebut dengan menyebut-nyebutnya, tiba-tiba dikabarkan bahwa orang tersebut telah terjatuh dari kendaraannya sehingga patah pahanya.”[18]

Dari Abu Yahya As-Saji ia berkata: “Kami berjalan di gang-gang Bashrah menuju ke rumah salah seorang ahlu hadits, maka aku mempercepat jalanku. Dan ada seorang di antara kami yang jelek di dalam agamanya, ia berkata: ”Angkatlah kaki kalian dari sayapnya para malaikat, janganlah kalian mematahkannya (dia berkata sebagai ejekan), akhirnya orang tersebut tidak bisa melangkah dari tempatnya sehingga kering kedua kakinya dan kemudian jatuh.”[19]

Abu Abdillah Muhammad bin Ismalil At-Taimy berkata : Aku pernah membaca dalam sebagian kisah, bahwa pernah ada seorang ahlul bid’ah tatkala mendengar sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam :

إِذَا اسْتَيْقَظَ أَحَدُكُمْ مِنْ نَوْمِهِ فَلاَ يَغْمِسْ يَدَهُ فِي الإِنَاءِ حَتىَّ يَغْسِلَهَا فَإِنَّهُ لاَ يَدْرِيْ أَيْنَ بَاتَتْ يَدُهُ

Apabilah salah seorang di antara kamu bangun dari tidurnya, maka janganlah ia mencelupkan tangannya ke dalam bejana sehingga ia mencucinya terlebih dahulu, karena dia tidak mengetahui di mana tangannya bermalam.

Maka ahlu bid’ah tersebut berkata dengan nada mengejek: “Aku mengetahui di mana tanganku bermalam di atas tempat tidur !! maka ketika ia bangun, tangannya telah masuk ke dalam duburnya sampai pergelangan tanganya”.

At-Taimy berkata: ”Hendaklah seseorang merasa takut menganggap ringan terhadap sunnah serta keadaan-keadaan yang (seharusnya ia) tawaqquf/diam. Maka lihatlah akibat yang telah sampai pada orang tersebut akibat akibat kejekan perbuatannya”[20]

Al-Qodhi Abu Thoyyib berkata : “Kami pernah berada di majlis perdebatan di masjid jami’ Al-Mansyur, maka tiba-tiba datang seorang pemuda Khurosan, kemudian bertanya tentang “Al-Mushorroh”, dan dia meminta dalilnya, sampai akhirnya diberikan dalil dengan hadits Abu Hurairah yang meriwayatkan tentang hal tersebut. Kemudian orang tersebut mengatakan –sedangkan dia adalah orang hanif-: “Hadits Abu Hurairah tidak dapat diterima….tetapi belum selesai orang itu dari perkataannya, tiba-tiba seekor ular yang sangat besar jatuh dari atap masjid, orang-orangpun lari karenanya, dan pemuda itupun juga lari darinya, sedangkan ular tersebut terus mengejarnya. Maka orang-orang mengatakan kepadanya: ”Bertaubatlah, bertaubatlah”, maka pemuda itupun berkata: ”Aku bertaubat “, maka akhirnya ular itupun lenyap dan tidak terlihat bekas-bekasnya.[21]

Adz-Dzahabi berkata : “Sanad riwayat ini adalah para imam.”

Sikap Salafush Shalih Terhadap Orang yang Menentang Sunnah
Dari Qotadah ia berkata: “Kami pernah bersama Imron bin Husain dalam suatu rombongan, sedang di dalam rombongan kami terdapat Basyir bin Ka’ab. Pada hari itu Imron menceritakan kepada kami, dia berkata : Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : ”Malu itu baik semuanya “ atau beliau bersabda: “Malu itu semuanya adalah baik”

Kemudian Basyir bin Ka’ab berkata: ”Sesungguhnya kami mendapati di sebagian kitab-kitab atau hikmah, bahwa dari malu itu ada yang merupakan ketentraman dan penghormatan kepada Allah, tetapi pada malu itu ada kelemahan”. Maka Imron pun marah sampai merah kedua matanya dan berkata: “Tidakkah engkau melihat aku mengatakan kepadamu dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sedangkan engkau menentangnya”.[22]

Dari Abdullah bin Mughofal Radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang khadzaf (melempar dengan batu kerikil; semacam ketapel) dan beliau bersabda: ”Karena khadzaf itu tidak akan mendapatkan buruan dan tidak dapat mengalahkan musuh, tetapi hanya akan membutakan mata dan memecahkan gigi”. Maka seseorang berkata kepada Abdullah bin Mughofal: “Aku berpendapat, hal itu tidak apa-apa”. Maka Abdullah bin Mughofal berkata: “Sesungguhnya aku telah mengatakan kepadamu dari Rasulullah, sedangkan engkau mengatakan seperti ini, maka demi Allah aku tidak akan berbicara kepadamu selamanya.”[23]

Dari Abi Al-Mukhariq dia berkata: Ubadah bin Ash-Shamit menyebutkan bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang menukar dua dirham dengan satu dirham. Lalu ada seseorang berkata: ”Aku berpendapat yang demikian tidak apa-apa asalkan kontan”. Maka ‘Ubadah berkata: “Aku berkata “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda, sedangkan engkau mengatakan “aku berpendapat yang demikian itu tidak apa-apa!! Maka demi Allah, tidak akan menaungi aku dan kau satu atap-pun selamanya (yakni: aku tidak akan tinggal serumah denganmu).[24]

Dari Salim bin Abdullah bahwa Abdullah bin Umar berkata : Saya pernah mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berabda : “Janganlah kalian melarang wanita-wanita kalian ke masjid jika mereka meminta izin kepada kalian untuk ke sana ”
.
Salim berkata: Bilal bin Abdullah berkata: “Demi Allah kami akan melarang mereka (para wanita)”. Salim berkata: Maka Abdullah menghadap kepadanya (Bilal bin Abdullah), kemudian mencercanya dengan suatu cercaan yang jelek, yang aku belum pernah mendengar cercaan seperti itu sama sekali. Kemudian (Abdullah) berkata: “Aku mengatakan kepadamu dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, sedangkan engkau mengatakan “Demi Allah kami akan melarang mereka (para wanita)”[25]

Dari Atho’ bin Yasar: “Bahwa ada seseorang pernah menjual kepingan emas atau perak lebih banyak dari ukuran beratnya. Lalu Abu Darda’ berkata kepadanya : “Aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang dari hal ini, kecuali dengan yang senilai. Tetapi orang itu berkata: ”Aku berpendapat bahwa seperti ini tidak apa-apa“. Maka Abu Darda berkata: “Siapakah yang bisa memberikan alasan kepadaku dari si fulan ini, aku mengatakan dari Rasulullah, sedangkan dia mengatakan kepadaku dari akalnya. Maka aku tidak akan tinggal di negri ini yang engkau berada padanya”.

Dari Al-A’raj, ia berkata : “Aku pernah mendengar Abu Said Al-Khudry berkata kepada seseorang: “Tidakkah engkau mendengar aku, aku mengatakan dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahwa beliau bersabda : ”Janganlah kalian menjual/menukar dinar dengan dinar, dirham dengan dirham, kecuali dengan yang senilai, dan janganlah kalian menjual/menukar darinya secara kontan dengan hutang”, kemudian kamu berfatwa dengan apa yang engkau fatwakan. Maka demi Allah, tidaklah menaungi aku dan kamu selama aku hidup kecuali masjid”[26]

Dari Qotadah ia berkata : “Ibnu Sirin pernah mengatakan kepada seseorang tentang sebuah hadits dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, kemudian orang tersebut berkata : ”Si fulan telah berkata demikian dan demikian”, maka Ibnu Sirin berkata: “Aku mengatakan kepadamu dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, sedangkan engkau mengatakan si fulan dan si fulan telah berkata demikian dan demikian ?!!”, maka aku tidak akan berbicara kepadamu selama-lamanya.[27]

Abu As-Saib berkata: “Kami pernah bersama Waqi’, maka dia berkata kepada seseorang yang berada di sisinya yang berpandangan dengan akalnya : Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah melakukan Al-Isy’ar”[28]

Abu Hanifah berkata : Itu adalah suatu penyiksaan. Orang tersebut berkatalah bahwasannya telah di riwayatkan dari Ibrohim An-Nakha’i bahwa ia berkata: Al-Isr’ar adalah penyiksaan. Abu Saib berkata: “Maka aku melihat Waqi’ sangat marah dan berkata: “Aku telah berkata kepadamu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda, sedangkan engkau berkata: Ibrahim telah berkata. Maka sangatlah pantas kamu dipenjara dan tidak dilepaskan sehingga kamu menarik kembali perkataanmu ini.”[29]

Dari Khirzadz Al-’Abid ia berkata: “Abu Mu’awiyah Adh-Dharir meriwayatkan hadits “Adam berdebat dengan Musa“ di dekat Harun Al-Rasyid. Lalu seorang bangsawan dari Quraisy berkata: “Di mana Adam bertemu dengan Musa”?, maka Harunpun marah dan berkata : “(Untuk) perkataan (yang mengada-ada) adalah pedang, seorang zindiq mencerca hadits“. Maka Abu Mu’awiyahpun terus berusaha menenangkan Harun, dan berkata: “Sabar wahai Amirul Mukminin, karena dia itu belum faham sampai akhirnya Amirul mukminin menjadi tenang.”[30]

Penutup
Inilah nash-nash Al-Kitab dan As-Sunnah tentang mengagungkan Sunnah, serta beginilah sikap Salafush shalih (sahabat dan tabi’in ) terhadap orang-orang yang menentang sunnah. Kita lihat sikap mereka yang menunjukkan kekuatan, keteguhan dan ketegasan terhadap orang yang menampakkan sesuatu yang di dalamnya terdapat penentangan terhadap sunnah.

(Diterjemahkan oleh Akhmad Hamidin dari kitab beliau “Ta’zhimus Sunnah Wa Mauqifus Salaf Miman ’Aradhaha au Istahza-a bi Syai-in Minha)

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 10/Tahun V/1422H/2001M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196. Kontak Pemasaran 085290093792, 08121533647, 081575792961, Redaksi 08122589079]
_______
Footnote
[1] Ibnul Qoyyim berkata: “Jika ditanyakan bagaimana amalan bisa gugur tanpa kemurtadan? jawabnya “ya”, sesungguhnya Al-Qur’an dan As-Sunnah dan apa yang dinukil dari para sahabat telah menunjukkan bahwa kejelekan dapat menghapus kebaikan, sebagaimana juga kebaikan dapat menghapus kejelekan.Allah berfirman:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تُبْطِلُوْا صَدَقٰتِكُمْ بِالْمَنِّ وَالْاَذٰىۙ
Hai orang-orang beriman, janganlah kamu memghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (si penerima). [Al-Baqarah/2:264]
Allah Ta’ala berfiman :
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تَرْفَعُوْٓا اَصْوَاتَكُمْ فَوْقَ صَوْتِ النَّبِيِّ وَلَا تَجْهَرُوْا لَهٗ بِالْقَوْلِ كَجَهْرِ بَعْضِكُمْ لِبَعْضٍ اَنْ تَحْبَطَ اَعْمَالُكُمْ وَاَنْتُمْ لَا تَشْعُرُوْنَ
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu meninggikan suaramu lebih dari suara nabi, dan janganlah kamu berkata kepadanya dengan suara keras, sebagaimana kerasnya (suara) sebagian kamu terhadap sebagian yang lain, supaya tidak gugur pahala amalanmu sedangkan kamu tidak menyadari. [Al-Hujurat/49:2]
[2] Al Wabilus Shoyyib hal. 24 Cetakan Dar Ibnul Jauzy.
[3] Dikeluarkan oleh Abu Dawud no 4607 dan Tirmidzy no. 2676 dan Ibnu Majah no.44.
[4] Al-Ibanah (I/246)
[5] I’lamul Muwaqi’in (II/282)
[6] Thobaqot Ibnu Sa’ad
[7] Siyar A’lam Nubala’ (4/472)
[8] Ar-Risalah li Syafi’iy hal. 450 no. 1234
[9] I’lamul Muwaqi’in (2/282)
[10] Hilyatul Auliya’ (9/106) , Siyar A’lam Nubala’ (10/34)
[11] Sifatus Sofwa (2/256)
[12] Tobaqat Al-Hanabilah (2/15),Al-Ibanah (1/260)
[13] Syarhus Sunnah hal. 51
[14] Al-Hujjah fi Bayanil Mahajjah (2/428)
[15] Sunan Ad-Darimi no.444
[16] Muslim no.2021
[17] Sunan ad-Darimi no. 437
[18] Sunnah ad-Darimi no. 446
[19] Bustanul A’rifin lin Nawawi hal.94
[20] Bustanul A’rifin lin Nawawi hal 94
[21] Siyar A’lamun Nubala (2/618)
[22] Dikeluarkan oleh Imam Bukhari no. 6117 dan Imam Muslim no. 61, dan lafazh ini darinya.
[23] Dikeluarkan Imam Bukhari no. 5479 dan Muslim no. 1954. Dan lafazh ini bagi Ibnu Baththah dalam Al Ibanah no. 96
[24] Dikeluarkan oleh Ibnu Majah hadits 81. Dan Ad Darimi hadits 443, dan lafazh ini bagi Ad Darimi. Hadits ini telah dishahihkan oleh Al Albani.
[25] Dikeluarkan oleh Muslim haditas no. 442 nomor khusus 135.
[26] Lihat Al-Ibanah li Ibni Batthah hadis no.94.
[27] Sunan ad-Darimi no.441
[28] Al-isy’ar : Yaitu merobek salah satuh sisi pundak hewan (unta), sehingga mengeluarkan darahnya, dan bisa di ketahui dengan tanda tersebut bahwa itu adalah hewan kurban . an Nihayah (2/479)
[29] Jami’ Tirmidzi (3/250)
[30] Tarikh Baghdad ( 41/7 ), Siyar ‘Alamin Nubala’ ( 9/288 ).


Artikel asli: https://almanhaj.or.id/3051-mengagungkan-sunnah.html